Notification

×

Iklan

Iklan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Jawa Barat: Visi Maju Berkelanjutan menurut Daddy Rohanady

Senin, 09 September 2024 | 13:22 WIB Last Updated 2024-09-22T07:26:40Z

 


BANDUNG | BeritaOki | Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) adalah dokumen strategis yang merancang pembangunan untuk 20 tahun ke depan. Dokumen yang telah disahkan menjadi Peraturan Daerah ini berfungsi sebagai alat untuk mengarahkan, mengkoordinasikan, dan mengendalikan proses pembangunan serta sebagai upaya antisipasi terhadap ketidakpastian masa depan.


RPJPD Jawa Barat mencakup periode 2025-2045 dan disusun dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang juga berlaku untuk tahun yang sama. Hal ini memastikan keselarasan antara visi pembangunan provinsi dan nasional, dengan tujuan utama mencapai “Visi Indonesia Emas 2045”, yaitu mewujudkan Indonesia yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan.


Dokumen RPJPD Jabar terdiri dari enam bab dan delapan pasal, yang juga berfungsi sebagai pedoman bagi penyusunan Rencana Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan dokumen perencanaan lainnya. Selain itu, RPJPD ini menjadi acuan untuk pengembangan RPJPD di tingkat kabupaten/kota di Jawa Barat.


Visi Jabar 2045 yang tertuang dalam RPJPD adalah “Provinsi Jawa Barat Termaju, Berdaya Saing Dunia, dan Berkelanjutan”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek strategis harus diperhatikan, termasuk geografi, demografi, isu nasional, regional Jawa Bali, serta kesejahteraan masyarakat dan daya saing daerah.


Evaluasi terhadap RPJPD sebelumnya, yang tertuang dalam Perda Nomor 22 Tahun 2010, juga menjadi penting. Selain itu, analisis tren demografi dan kebutuhan infrastruktur pelayanan publik harus dilakukan untuk mendukung pengembangan pusat pertumbuhan wilayah.


Arah kebijakan dan sasaran pembangunan daerah harus jelas tertuang dalam Perda RPJPD yang baru. Poin penting lainnya adalah pelaksanaan, pembiayaan, dan manajemen risiko, yang juga perlu dipertimbangkan secara matang.


Dengan 45 indikator kinerja utama (IKU) yang ditetapkan, penting untuk memastikan bahwa target yang ada realistis dan dapat diimplementasikan. Keterkaitan antara provinsi dan kabupaten/kota sangat diperlukan untuk mengakumulasi target tersebut, sehingga semua pihak dapat berkolaborasi demi mencapai hasil yang diinginkan.


Pertanyaan yang muncul adalah apakah daerah diperkenankan untuk melakukan diskresi dalam pelaksanaan RPJPD, dan sejauh mana batasan toleransi yang diberikan oleh pusat. Selain itu, bagaimana integrasi kearifan lokal dapat diakomodasi dalam RPJPD menjadi hal yang menarik untuk dibahas, terutama dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) yang berdampak pada kemampuan fiskal daerah.


Pemberlakuan UU HKPD membawa perubahan signifikan pada besaran dana bagi hasil (DBH), di mana Provinsi Jawa Barat diperkirakan mengalami “turbulensi APBD” jilid II sekitar Rp 6 triliun. Di sisi lain, kabupaten/kota akan merasakan manfaat dari peningkatan persentase DBH, dari 30% menjadi 70%.


Kondisi ini tentu saja akan memengaruhi volume pembiayaan program dan kegiatan di setiap tingkatan pemerintahan. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu mencari sumber pendapatan alternatif, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. Mampukah mereka mengatasi tantangan ini? Waktu yang akan menjawab.(adv)

×
Berita Terbaru Update