Notification

×

Iklan

Iklan

Menyusuri Jejak Kota Tikar Pedamaran

Kamis, 01 September 2022 | 22:18 WIB Last Updated 2022-09-01T15:18:01Z




Dalam waktu kurang dari dua minggu ini di pedamaran akan diadakan seminar yang bertema ’Sejarah Marga Danau ‘’ dan panitiapun  sangat disibukan oleh persiapan persiapan unuk menyambut acara seminar tersebut, Demi untuk mendapakan suatu cerita yang berfungsi untuk menjelaskan sebab musababnya kejadian yang kaya dengan cerita dan fakta , fenomena peristiwa daerah.


Kami bagian dari generasi muda Pedamaran yang berdomisili di perantauan sangat antusias sekali untuk ikut hadir dan kalaupun tidak hadir paling tidak kami iku berkontribusi untuk menyumbangkan data sepanjang yang kami dapatkan.


Menurut sumber-sumber yang dapat diperoleh mengenai sejarah Sumatra bagian Selatan sebelum abad Masehi, dinyatakan bahwa sejak masa sekitar 300 tahun sebelum Masehi, terdapat tiga buah kerajaan yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda. 


Pertama, Kerajaan Dempo dengan rajanya yang bergelar Raja Dempu Awang, terletak di daerah Pagaralam sekarang ini (di daerah Gunung Dempo). Kerajaan ini menguasai wilayah Sumatra Selatan bagian Barat. 


Kedua, Kerajaan Ipuh dengan rajanya yang bergelar Ranggo Laut (Penjaga Laut), terletak di Bukit Batu Tulung Selapan sekarang ini, yang kini termasuk dalam Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Gunung Manumbing di Pulau Bangka. Melihat letak daerah itu, tampak bahwa kerajaan ini menguasai bagian Timur Sumatra bagian Selatan, termasuk Pulau Bangka.


Pada abad ke-6 M, ketiga wilayah ini dikatakan tergabung menjadi satu wilayah karena adanya perkawinan antara raja Dempo, yaitu bergelar Rana Dempu atau Dempu Awang dan raja Ipuh, yaitu bergelar Ronggo Laut, dengan putri-putri kerajaan Danau tersebut di atas. dengan bersatunya ketiga kerajaan itu, menurut cerita, terbentuklah sebuah kerajaan baru yang disebut kerajaan Danau dan raja yang dipilih untuk memimpinnya adalah Ranggo Laut, yang bergelar Syailendra. Istilah ini berasal dari kata ‘’Sailandarah”, yang pada masa Pedamaran dijelaskan sebagai “ganti tunggu rumah, jalan diam”. 


Keluarga Syailendra inilah disebut oleh sumber-sumber kerajaan Sriwijaya sebagai keluarga yang juga menguasai Pulau Jawa dan mendirikan Candi Borobudur dan candi-andi lainnya di Jawa. Raja-raja dari keluarga Syailendra, yang dikenal sebagai para penguasa kerajaan Sriwijaya pada abad ke-6 sampai ke-9 M,


Menurut sumber-sumber tertentu bukanlah dari kerajaan Sriwijaya melainkan dari kerajaan Seribu Daya, yang penduduknya maenganut agama Budha. Sumber-sumber menyatakan bahwa pada abad ke-12 M, yaitu pada tahun 1180 M, suatu kesatuan armada yang terdiri dari empat buah kapal bertolak dari pulau Jawa atas perintah Wali Songo (Wali Sembilan).. Keempat armada tersebut bertolak ke Sumatra Selatan untuk menyiarkan agama Islam di tiga Kerajaan, yaitu kerajaan Dempo, Ipuh dan Danau. Mereka berangkat melalui jalur ke Kuala Lumpur, tidak melalui Selat Malaka.


Armada yang berasal dari Banten, dengan nakhoda Empu Ing Sakti Barokatan, berlayar ke arah Timur menuju Ipuh; yang lokasinya adalah Bukit Batu Tulung Selapan sekarang. Mereka juga mengalami hambatan dilanda badau angin kencang sehingga kapal kehilangan arah, akibatnya, mereka tidak menuju ke Timur seperti yang direncanakan semula, melainkan ke Selatan. disana mereka terdampar di suatu tempat yang dahulu bernama Pedamaran dan sekarang dikenal sebagai Sekampung atau Pulau Sekampung.


Nama ini juga menyatakan bahwa di tempat itulah dahulu para awak dan penumpang kapal mendirikan perkampungan. di tempat ini terdapat makam yang dikeramatkan, yang disebut Pedamaran Usang atau Puyang Sekampung. Makam tersebut merupakan makam salah seorang tokoh yang turut dalam kapal. Bernama Syarif Husin Hidayatullah, yang kemudian diangkat menjadi kepala pemerintahan setempat di Pulau Sekampung dan disebut Rio, dengan gelar Rio Minak. 


Di kampung ini ia mengajarkan agama Islam kepada masyarakat di sekitar danau atau lebak, yang sebelum dan pada masa pemerintahan keluarga Syailendra atau kerajaan Seribu Daya menganut agama Budha dan disebut juga sebagai Pedamaran Budi Kerti. 


Setelah perkampungan mereka mantap, Syarif Husin Hidayatullah memerintahkan Empu Ing Sakti Barokatan untuk bertolak menuju Jawa melalui daerah yang kini merupakan Lampung. Tujuannya adalah memberitahukan para Wlai Sembilan di Jawa bahwa tiga dari keempat armada mereka tidak sampai di sasaran semula, melainkan ke tempat lain akibat musibah yang dialami.


Dari uraian di atas tampak bahwa semula agama Islam disiarkan oleh orang-orang Jawa atas perintah Wali Sembilan pada abad ke-12 M, yaitu pada tahun 1180 M. Karena selama bertahun-tahun para Wali Sembilan tak mendengar kabar tentang misi keempat armada tersebut, maka Syarif Hidayatullah yang terkenal sebagai Sunan Gunung Jati di Cirebon memberangkatkan suatu armada lain dikepalai oleh Kholik Hamirullah. Tugasnya adalah mencari keterangan tentang keempat armada terdahulu.


Penamaan Pedamaran Versi Kholik Hamirullah

Kedatangan Armada Kholik Hamirullah ke Sumatra Bagian Selatan Pada tahun 1221 M, armada Kholik Hamirullah bertolak ke Siguntang, Meranjat dan Prabumulih, dan akhirnya ke Sekampung Danau Pedamaran. Di Sekampung dia dinikahkan dengan anak Rio Minak Usang Sekampung, dan diangkat sebagai Rio dengan gelar Ario Damar, berkedudukan di tempat yang bernama Sesa Baru.


Nama Rio Damar inilah yang sesungguhnya menyebabkan terjadinya nama Pedamaran, yang berasal dari kata “Damar” atau pelita,karena ia menyebarkan dan menyiarkan agama Islam kepada para penduduk yang semula menyingkir dari Danau karena tidak bersedia masuk Islam yang diajarkan oleh Syarif Husin Hidayatullah Usang Sekampung. Dalam penyingkiran itu, mereka mendiami daerah di sekitar lebak-lebak dan talang-talang di daerah Pedamaran sekarang, seperti Lebak Teluk Rasau, Lebak Air Hitam dan Lebak Segalauh, juga Tanah Talang yang kini menjadi Pedamaran. 


Semula tempat itu bernama Talang Lindung Bunyian. Ketika itu, penduduk yang bersangkutan menganut kepercayaan animisme dan sebagian lainnya beragama Budha,  dalam waktu beberapa tahun ketika Kholik Hamirullah atau Rio Damar berada di daerah yang kini bernama Pedamaran, berhubungan antara para wali di Jawa dengan orang Palembang menjadi lebih lancar. Sekitar 5 tahun sesudahnya, datanglah seorang tokoh yang bernama Maulana Hasanudin, penyiar agam Islam dari Banten ke Sumatra bagian Selatan tersebut.


Ia mengunjungi para pengikut keempat nakhoda yang berada di Siguntang, Meranjat, Prabumulih dan Danau Pedamaran, dan akhirnya menikah dengan Putri Patih yang berada di Meranjat, yaitu saudara nakhoda Suroh Pati. menurut sumber-sumber yang diperoleh, dalam pemerintahan Ratu Sinuhun Ning Sakti ini, agama Islam berkembang dengan pesatnya, penyebarannya dari Palembang sampai ke Jambi, Bengkulu, Riau daratan hingga Semenanjung Tanah Melayu. (Sumber:Enan Matalin  dalam  ‘’Seminar  Masuk dan berkembangya Islam di Sumatera Selatan’’ pada tanggal 27November 1984 di palembang, Editor,K.H.O Gadjahnata & Sri – Edi Swasono


Penamaan Pedamaran Versi Ario Abdillah (Ario Damar)

Ario Damar adalah kesatria tangguh yang telah teruji kecerdasan dan kesaktiannya dalam menumpas pemberontakan maupun memperbaiki, menata, dan membangun kembali negeri-negeri yang rusak akibat peperangan. la dikenal sebagai negarawan ulung. Ario Damar sejak kecil diasuh oleh uwaknya— kakak kandung ibundanya—seorang pendeta Bhirawatantra Dengan kemampuannya yang luar biasa itu, Ario Damar berhasil mengembalikan Palembang ke pangkuan Majapahit. la mampu menaptakan suasana aman dan tenteram, juga memakmurkan rakyat Palembang.


Palembang yang sudah terpuruk ke jurang kebinasaan itu ternyata bisa bangkit lagi. Ketika usianya makin merambat senja, Ario Abdillah (Ario Damar setelah masuk Islam) kemudian memilih tinggal di rumah sederhana di kampung yang dinamakan Pedamaran (artinya kediaman Ario Damar). Dari Pedamaran itulah ia memberitakan kebenaran ajaran Islam. Mula-mula ia menyiarkan ke¬pada penduduk di sekitar Pedamaran. 


Dulu penduduk disana terkenal sangat menentang ajaran Islam yang disebarkan oleh Syarif Husin Hidayatullah, bangsawan Arab yang menjadi pemimpin di daerah Usang Sekampung. Namun, di bawah bimbingan Ario Abdillah /Ario damar, penduduk dengan sukarela berkenan memeluk Islam. Begitulah, daerah-daerah kafir seperti Talang Lindung Bunyian, Lebak Teluk Rasau, Lebak Air Hitam, dan Lebak Segalauh telah menjadi perkampungan Muslim. (Sumber: Suluk Abdul Jalil)


Sebetulnya banyak versi mengenai Pedamaran


1. Pedamaran berasal dari orang Meranjat

yang mencari getah damar yang patut dipertimbangkan ialah karena tak adanya Pohon damar disekitar Pedamaran sekarang. Berdasaran sumber tadi bahkan dinyatakan bahwa Pedamaran sudah ada bahkan sebelum Masehi. Kesamaan bahasa dengan Meranjat dan beberapa daerah lainnya, dimungkinkan karena memiliki Puyang yang sama dan memang berasal dari suku yan sama. Oleh karena itu perlu diteliti dan dikaji lagi, Puyang yang menghubungkan Meranjat, Tanjung Batu dan Pedamaran, khususnya pada era era sebelum penyebaran Islam terjadi.


2. Pedamaran berasal dari Jawa

yang perlu dipertimbangkan ialah oleh Kerajaan Danau/ Wilayah danau yang sudah ada sebelum penyebaran Islam. Adapun peran Jawa ialah sama dengan beberapa tempat lainnya seperti disumatera, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaya, bahwa Penyebar Islam yang berasal dari Timur, yang berpergian menyebarkan islam antara Timur Tengah – Champa/Vietnam tengah dan selatan  - Semenanjung Malaya - Sumatra - dan sebaginya, dan Pulau Jawa merupakan tempat menetap dan meninggalnya para pembesar penyebar agama Islam di Nusantara tersebut. 


Asal Usul suku Penesak

Konon katanya daerah Tanjung batu merupakan penduduk keturunan suku asli Penesak , dikarnakan salah satu bangsawan keranjaan Sriwijaya yang pindah dari pusat kerajaan dan selanjutnya berdomisili di wilayah Tanjung Batu, Kelompok masyarakat ini umumnya ahli dalam bidang pertukangan seperti,  tukang kayu, tukang pandai besi, dan pengerajin rotan , kain tanjung juga dikerjakan oleh para pengerajin tenun, dari suku penesak. Bahasa Penesak atau Melayu Penesak adalah dialek dari bahasa Melayu yang dituturkan oleh suku Melayu Penesak yang tersebar di beberapa wilayah di Sumatera Selatan, Logat bahasa Penesak biasanya memiliki ciri khas yang cenderung keras dan meliuk-liuk. (Artikel ini ditulis oleh Iwanto Kitum Ketua Persatuan Perantau Pedamaran Nasional)





×
Berita Terbaru Update