Notification

×

Iklan

Iklan

Tak Sebatas Tanam Pohon, ini Dampak Positif Rehabilitasi Hutan Bagi Masyarakat

Selasa, 01 Maret 2022 | 19:56 WIB Last Updated 2022-03-01T13:05:55Z

 

     
                                 

            
.

JAKARTA | BERITAOKI.COM | Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyampaikan pesan yang disampaikan Dyah Murtiningsih, Dirjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan , PDAS-RH, saat paparan refleksi akhir tahun pertengahan Desember kemarin. Bahwa, kata Menteri, dalam pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan, hendaknya tak lagi sebatas, berapa jumlah pohon yang ditanam, tapi juga, bagaimana mengelola masyarakat di sekitar DAS.

 

Karenanya, pendekatan konsep pengelolaan DAS kini dan ke depan, kata Dyah Murtininggsih, program Ditjen PDAS RH, akan mengutamakan 3 aspek yang menjadi dasar dalam mewujudkan itu. Pertama, economically feasible atau layak secara ekonomi. Kemudian, bisa diterima masyarakat. Dan aspek ketiga, lingkungan lestari.

 

Melalui pendekatan ini, sejumlah tujuan dari pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan bisa terwujud. Dan ini mencakup; bagaimana menjaga Menara air secara alami, meningkatkan produktifitas, meningkatkan peran serta masyarakat. Lebih dari itu, juga bagaimana menjadikan lokasi DAS sebagai destinasi wisata, sumber ketahanan pangan, dan peningkatan ekonomi nasional atau PEN, serta mitigasi bencana dan penyerapan karbon.

 

“Nah, sejumlah tujuan ini sudah dijabarkan Ditjen PDAS-RH dalam berbagai program yang diharapkan, semuanya bisa direalisasikan secara nyata di lapangan” katanya.

 

Sebelumnya, Dyah mengajak untuk memahami konsep dasar pengelolaan DAS yang menjadi tugas dan fungsi atau tusi, Ditjen PDAS RH. Kata Dyah, bahwa DAS merupakan upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dengan sumber daya alam. Terutama lahan, vegetasi, dan air. Dengan konsep ini, maka eksistensi DAS, dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat sekitar. Sekaligus juga melestarikan lingkungan.

 

“Karenanya, pengelolaan DAS ini dilakukan secara holistik dari hulu sampai hilir,” jelas Dyah Murtiningsih, sembari menegaskan, bahwa dalam pengelolaan DAS, Ditjen PDAS RH, telah melakukan klasifikasi terhadap 42.210 DAS yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

 

Klasifikasi DAS ini disusun sebagai basis untuk menentukan kebijakan penyelenggaraan dalam pengelolaan DAS. Penentuannya didasarkan pada beberapa kriteria; seperti kondisi lahan yaitu lahan kritis. Tingkat penutupan lahan dan juga erosi. Kemudian kualitas, kuantitas dan kontinyunitas air, dan juga sosial ekonomi investasi bangunan air serta pemanfaatan ruang wilayah.

 

Pada saat ini, hasil inventarisasi Ditjen PDAS-RH, terdapat sekitar 37.721 unit DAS, tersebar hampir di semua wilayah di Indonesia. Namun dari jumlah ini, yang menjadi target pemulihan hanya sekitar 4.489 unit DAS. Adapun DAS yang lain, masih tetap dipertahankan karena kondisinya masih cukup baik, dan belum rusak.


Dalam masa 5 tahun ke depan, sejak 2020 hingga 2024, Ditjen PDAS-RH, telah menetapkan skala prioritas pada 108 unit DAS yang menjadi target pemulihan dan rehabilitasi yang menjadi target dalam kurun 5 tahun ke depan, hingga 2024, sebanyak 108 unit DAS.

 

Dari jumlah DAS yang dipulihkan ini, kata Dyah Murtiningsih, pada tahun 2020– 2024, ada 108 DAS yang diprioritaskan untuk segera dipulihkan. Pada DAS yang sudah berhasil dipulihkan, Ditjen PDAS – RH menempatkan SPAS atau stasiun pengamat aliran sungai. Pada SPAS ini, ditempatkan alat untuk mengetahui kondisi kesehatan kontinyunitas aliran DAS atau sub DAS.

 

Ke depan, menurut Dyah lagi, akan dikembangkan lebih lanjut dan nantinya, disinergikan dalam sistem informasi pengelolaan DAS yang berbasis online yang saat ini sedang dibangun dan dikembangkan. “Di dalam pengembangan system informasi ini, Ditjen PDAS-RH bekerjasama dengan perguruan tinggi,”ujarnya.

 

Dyah memberikan contoh atau simulasi model pemulihan Daerah Tangkapan Air (DTA) Rwa Pening. Dalam simulasi ini, ada intervensi fisik, melalui simulasi impact assesement dari penetapan lokasi dan kemudian juga ada intervensi fisik RHL nya. Termasuk juga pengaruhnya terhadap suatu lokasi agar memberikan dampak yang paling efektif dan efisien terhadap pemulihan DAS nya. Dan ternyata, perbaikan koefisien aliran tahunan dengan simulasi agroforestri dan strip rumput, menunjukan adanya perbaikan.

 

Di dalam rangka melaksanakan kegiatan RHL ini, diakui Dyah, PDAS RH, hal ini tentu tidak bisa bekerja sendiri dalam pengelolaan DAS maupun dalam rangka intervensinya. Perantara pihak akan menjadi sangat penting untuk melaksanakan pengelolaan DAS secara terpadu. Setiap institusi atau lembaga, masing-masing mempunyai peran dan fungsi.

 

Adapun kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan DAS, kini ada Forum Peduli DAS, selain ditingkat pusat juga ada di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. “Di tingkat provinsi, kini sudah ada 24 peraturan atau kebijakan yang berkaitan dengan DAS. Begitu di tingkat kabupaten atau kota, sudah ada Peraturan Daerah tentang pengelolaan DAS ini,”jelas Dyah lagi.

 

Tidak hanya Forum DAS, kelembagaan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS-RH ini, juga ada kelompok-kelompok kerja, baik kelompok kerja pemerintah, maupun kelompok kerja masyarakat. Sebut saja misalnya, dalam pengelolaan mangrove yang juga merupakan bagian dari “tusi” Ditjen PDAS-RH. Kini diberbagai daerah, sudah berkembang Kelompok Tani Hutan Mangrove, dan kelompok tani hutan lainnya yang mendukung pelaksanaan RHL di darat.


DAMPAK UNTUK MASYARAKAT


Banyak sukses dari program RHL ini dan memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat. Hanya memang, Dyah tidak merinci satu persatu atas kesuksesan yang telah dicapai tersebut. Namun sekadar contoh, Dyah menyebut, program RHL di Desa Harkatjaya, Kabupaten Bogor – yang sempat dilanda banjir dan longsor. Kini lokasi yang sempat tandus tersebut, sudah mulai menghijau dengan ribuan tanaman penyangga,”katanya.

 

Bukan hanya Dese Harkadjaya, kasus lahan tandus yang kini tutupan lahannya sudah menghijau, di Banjar, Kalimantan Selatan, dalam wilayah kerja, BPDAS HL Barito. Pada tahun 2004, areal tersebut dikatakan Dyah tandus tak berhutan. Namun pada 2020, sudah sangat menghijau dengan tingkat kerapatan pohon yang cukup padat.

 


Begitu juga dengan lahan mangrove di Lubuk Kertang, Langkat, Sumatera Utara. Kondisi awalnya sangat kritis. Namun setelah dilakukan penghijauan, 2013, kondisinya dari tahun ke tahun mulai membaik. Dan di 2020, areal itu sudah ditumbuhi mangrove yang sangat subur, dan bukan hanya mangrove yang berkembang tapi sejumlah habitat laut, seperti ikan, udang dan juga kepiting pun sudah berkembang biak di dalamnya.

 

Kemudian dampak lain dari RHL, yang cukup dirasakan adanya penambahan pendapatan masyarakat. Baik dari kegiatan RHL vegetatif maupun bangunan KTA selama kurun 2021. Dan juga hasil dari persemaian.

.

“Banyak juga kerja kerja yang kita lakukan, sangat dirasakan masyarakat,” kata Dyah lagi. Dyah menyebut, dalam program bibit gratis, sudah dirasakan manfaatnya masyarakat. Dan media juga menangkap itu dan memberitakan dengan baik ini yang terjadi di Sulawesi Selatan, di Lumajang dandiberbagai daerah lainnya” paparnya.

×
Berita Terbaru Update